Rabu, 30 Oktober 2013

Menyikapi Musibah

Kita wajib beriman bahwa musibah apa pun seperti gempa bumi, banjir, wabah penyakit, sudah ditetapkan Allah SWT dalam Lauhul Mahfuzh. Kita pun wajib menerima ketentuan Allah ini dengan lapang dada (ridho). Allah SWT berfirman :

“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS al-Hadid [57] : 22)

Kita pun wajib menerima taqdir Allah ini dengan rela, bukan dengan menggerutu atau malah menghujat Allah SWT. Misalnya dengan berkata,”Ya Allah, mengapa harus aku? Apa dosaku ya Allah?” Hujatan terhadap Allah Azza wa Jalla ini sungguh kurang ajar dan tidak sepantasnya, sebab Allah SWT berfirman :

“Dia [Allah] tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai.” (QS al-Anbiyaa` [21] : 23)




“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun” . (QS al-Baqarah [2] : 155-156)

Dengan demikian, sabarlah ! Jangan sampai kita meninggalkan sikap sabar dengan berputus asa atau berprasangka buruk seakan Allah tidak akan memberikan kita kebaikan di masa depan. Ingat, putus asa adalah su`uzh-zhann billah (berburuk sangka kepada Allah) ! Su`uzh-zhann kepada manusia saja tidak boleh, apalagi kepada Allah.

Memang, orang yang tertimpa musibah mudah sekali terjerumus ke dalam sikap putus asa (QS 30 : 36). Namun Allah SWT menegaskan, sikap itu adalah sikap kufur (nauzhu billah mindzalik), sebagaimana firman-Nya :



“Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (QS Yusuf [12] : 87).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar