Kita wajib beriman bahwa musibah apa pun seperti gempa bumi,
banjir, wabah penyakit, sudah ditetapkan Allah SWT dalam Lauhul
Mahfuzh. Kita pun wajib menerima ketentuan Allah ini dengan lapang dada
(ridho). Allah SWT berfirman :
“Tiada
suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan pada dirimu sendiri
melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah.” (QS al-Hadid [57] : 22)
Kita pun wajib menerima taqdir
Allah ini dengan rela, bukan dengan menggerutu atau malah menghujat
Allah SWT. Misalnya dengan berkata,”Ya Allah, mengapa harus aku? Apa
dosaku ya Allah?” Hujatan terhadap Allah Azza wa Jalla ini sungguh
kurang ajar dan tidak sepantasnya, sebab Allah SWT berfirman :
“Dia [Allah] tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai.” (QS al-Anbiyaa` [21] : 23)
“Dan
sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar. orang-orang yang apabila
ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi
raaji’uun” . (QS al-Baqarah [2] : 155-156)
Dengan
demikian, sabarlah ! Jangan sampai kita meninggalkan sikap sabar
dengan berputus asa atau berprasangka buruk seakan Allah tidak akan
memberikan kita kebaikan di masa depan. Ingat, putus asa adalah
su`uzh-zhann billah (berburuk sangka kepada Allah) ! Su`uzh-zhann
kepada manusia saja tidak boleh, apalagi kepada Allah.
Memang,
orang yang tertimpa musibah mudah sekali terjerumus ke dalam sikap putus
asa (QS 30 : 36). Namun Allah SWT menegaskan, sikap itu adalah sikap
kufur (nauzhu billah mindzalik), sebagaimana firman-Nya :
“Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (QS Yusuf [12] : 87).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar